Pertanyaan:
Абдуллах Ахъяров
Ассаламу алейкум ва рахматуллахи ва баракатух. Пусть Аллах вас хранит и воздаст вам раем.
У меня два вопроса.
Я хочу жениться и когда узнаю о какой то сестре нахожу ее опекуна, чтоб взять разрешение встретиться с его дочерью. Отец будучи соблюдающим, нашим братом, не зная меня лично, дает разрешение пообщаться с дочерью и обычно встреча проходит где то в парке или кафе(общественном месте). Не лучше ли, если эта встреча проходила бы у девушки дома, так как обычно при встрече вне дома девушка проявляет не решительность и просто отказывает?
У нас в Крыму много братьев желающих жениться, но многие сестры отдают предпочтение учебе, ссылаясь на то что это сунна. Хотелось бы узнать для девушки перед Аллахом лучше быть учащейся в светском заведении или выйти замуж?
Terjemahan:
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Semoga Allah menjaga Anda dan memasukkan Anda ke dalam surga.
Saya punya dua pertanyaan:
Saya ingin menikah. Ketika saya menemukan seorang ukhti dan saya temui walinya untuk mendapat izin bertemu dengan puterinya, bapak konservatif itu yang tidak mengenal saya secara personal memberi saya izin bertemu puterinya. Dan biasanya pertemuan in terjadi di taman umum atau kedai. Bukankah lebih afdhal pertemuan itu terjadi di rumah ukhti itu? Khususnya bahwa para akhwat merasa ragu karena perasaan mereka akan ketidakseriusan ketika bertemu dengan mereka di tempat rekreasi atau kedai yang menyebabkan akhwat itu menolak pernikahan, biasanya.
Banyak akhwat di sini di Crimea bertekat untuk menikah akan tetapi banyak dari akhwat tidak menikah dan mengutamakan sekolah dengan alasan bahwa sekolah adalah sunnah. Di sini saya ingin bertanya, bukankah yang lebih afdhal di sisi Allah SWT adalah akhwat itu menikah dan mengutamakan dan mengedepankan hal itu dari sekolah di lembaga-lembaga sekuler ini?
Jawaban :
Wa ‘alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Adapun apa yang dinyatakan di pertanyaan seorang pemuda Ukraina, maka jawabannya sebagai berikut:
Rasul saw berpesan kepada siapa yang ingin mengkhitbah seorang wanita agar melihatnya. Rasulullah saw dalam apa yang telah dikeluarkan oleh at-Tirmidzi dari Bakri bin Abdullah al-Muzani dari al-Mughirah bin Syu’bah bahwa ia mengkhitbah seorang wanita maka Rasulullah saw bersabda kepadanya:
“Lihat dia, sesungguhnya itu lebih melanggengkan diantara kalian berdua.”
Dan dalam hal ini (juga ada riwayat) dari Muhammad bin Maslamah, Jabir, Abu Humaid, Abu Hurairah dan Anas. “Ini hadits hasan.” Dikeluarkan oleh al-Hakim juga dan dia berkata “shahih menurut syarat syaikhayni, dan disetujui oleh adz-Dzahabi.
Maka dimungkinkan untuk orang yang mengkhitbah tersebut pergi ke keluarga wanita itu dan melihat apa yang mubah dari wanita itu yakni wajah dan kedua telapak tangan. Akan tetapi tidak boleh berkhalwat dengannya atau keluar bersamanya… sebab ia tetap orang asing bagi wanita itu. Oleh karena itu, saya heran dengan apa yang dinyatakan di pertanyaan bahwa Anda ingin melihat wanita itu di rumah keluarganya, dan mereka berkata kepada Anda, tidak tetapi keluarlah bersamanya dan lihat dia! Seolah-olah ada kerancuan di dalam pertanyaan itu.
Adapun yang ada dalam pertanyaan: apakah menyelesaikan sekolah perguruan tinggi bagi perempuan lebih utama dari menikah jika datang orang yang datang kepadanya yang dia ridhai agama dan akhlaknya, maka yang benar adalah yang dinyatakan di hadits Rasulullah saw yang telah dikeluarkan oleh at-Tirmidzi dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
“Jika datang mengkhitbah kepada kalian orang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya maka nikahkan dia, jika tidak kalian lakukan maka akan ada fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.”
Ibn Majah telah mengeluarkan dengan lafazh:
“Jika datang kepada kalian orang yang kalian ridhai akhlaknya dan agamanya maka nikahkan dia, jika tidak kalian lakukan maka akan ada fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.”
Jelas bahwa qarinah larangan itu adalah jazim untuk para wali wanita menolak orang yang mengkhitbah jika tidak ada sesuatu yang dicela dalam hal agama dan akhlaknya, yakni bukan hanya shalat dan puasa laki-laki itu… akan tetapi muamalahnya dengan orang, baiknya perilaku dia dan keterikatannya dalam semua itu dengan hukum-hukum syara’. Jika keluarga itu bertanya tentang agama laki-laki itu dan muamalahnya dengan orang lain terikat dengan hukum-hukum syara’ dan terbukti bagi mereka bahwa agama dan akhlaknya mereka ridhai dengan izin Allah, maka haram bagi wali untuk menolak dan melarang pernikahan puteri mereka dari orang yang mengkhitbah itu dengan alasan agar puterinya itu menyelesaikan studi perguruan tinggi. Akan tetapi hendaknya mereka menyetujui dan tidak menghalangi puteri mereka menikah. Ini lebih menjaga agama dan lebih lurus dengan izin Allah.
Pada penutup, saya berpesan kepada setiap orang yang mampu menikah agar menikahi seorang wanita shalihah. Wanita shalihah itu merupakan perhiasan dunia seperti yang ada di ‘Umdah al-Qari’ Syarh Shahih al-Bukhari dari Ali ra., bahwa:
“Kebaikan di dunia adalah wanita shalihah, dan di akhirat adalah surga yang ada di dalam ayat yang mulia: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka“. (TQS al-Baqarah [2]: 201)
Saudaramu
27 Rabiuts Tsani 1435 H
27 Februari 2014 M
Sumbernya, klik disini.
Абдуллах Ахъяров
Ассаламу алейкум ва рахматуллахи ва баракатух. Пусть Аллах вас хранит и воздаст вам раем.
У меня два вопроса.
Я хочу жениться и когда узнаю о какой то сестре нахожу ее опекуна, чтоб взять разрешение встретиться с его дочерью. Отец будучи соблюдающим, нашим братом, не зная меня лично, дает разрешение пообщаться с дочерью и обычно встреча проходит где то в парке или кафе(общественном месте). Не лучше ли, если эта встреча проходила бы у девушки дома, так как обычно при встрече вне дома девушка проявляет не решительность и просто отказывает?
У нас в Крыму много братьев желающих жениться, но многие сестры отдают предпочтение учебе, ссылаясь на то что это сунна. Хотелось бы узнать для девушки перед Аллахом лучше быть учащейся в светском заведении или выйти замуж?
Terjemahan:
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.
Semoga Allah menjaga Anda dan memasukkan Anda ke dalam surga.
Saya punya dua pertanyaan:
Saya ingin menikah. Ketika saya menemukan seorang ukhti dan saya temui walinya untuk mendapat izin bertemu dengan puterinya, bapak konservatif itu yang tidak mengenal saya secara personal memberi saya izin bertemu puterinya. Dan biasanya pertemuan in terjadi di taman umum atau kedai. Bukankah lebih afdhal pertemuan itu terjadi di rumah ukhti itu? Khususnya bahwa para akhwat merasa ragu karena perasaan mereka akan ketidakseriusan ketika bertemu dengan mereka di tempat rekreasi atau kedai yang menyebabkan akhwat itu menolak pernikahan, biasanya.
Banyak akhwat di sini di Crimea bertekat untuk menikah akan tetapi banyak dari akhwat tidak menikah dan mengutamakan sekolah dengan alasan bahwa sekolah adalah sunnah. Di sini saya ingin bertanya, bukankah yang lebih afdhal di sisi Allah SWT adalah akhwat itu menikah dan mengutamakan dan mengedepankan hal itu dari sekolah di lembaga-lembaga sekuler ini?
Jawaban :
Wa ‘alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Adapun apa yang dinyatakan di pertanyaan seorang pemuda Ukraina, maka jawabannya sebagai berikut:
Rasul saw berpesan kepada siapa yang ingin mengkhitbah seorang wanita agar melihatnya. Rasulullah saw dalam apa yang telah dikeluarkan oleh at-Tirmidzi dari Bakri bin Abdullah al-Muzani dari al-Mughirah bin Syu’bah bahwa ia mengkhitbah seorang wanita maka Rasulullah saw bersabda kepadanya:
«انْظُرْ إِلَيْهَا، فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا»
“Lihat dia, sesungguhnya itu lebih melanggengkan diantara kalian berdua.”
Dan dalam hal ini (juga ada riwayat) dari Muhammad bin Maslamah, Jabir, Abu Humaid, Abu Hurairah dan Anas. “Ini hadits hasan.” Dikeluarkan oleh al-Hakim juga dan dia berkata “shahih menurut syarat syaikhayni, dan disetujui oleh adz-Dzahabi.
Maka dimungkinkan untuk orang yang mengkhitbah tersebut pergi ke keluarga wanita itu dan melihat apa yang mubah dari wanita itu yakni wajah dan kedua telapak tangan. Akan tetapi tidak boleh berkhalwat dengannya atau keluar bersamanya… sebab ia tetap orang asing bagi wanita itu. Oleh karena itu, saya heran dengan apa yang dinyatakan di pertanyaan bahwa Anda ingin melihat wanita itu di rumah keluarganya, dan mereka berkata kepada Anda, tidak tetapi keluarlah bersamanya dan lihat dia! Seolah-olah ada kerancuan di dalam pertanyaan itu.
Adapun yang ada dalam pertanyaan: apakah menyelesaikan sekolah perguruan tinggi bagi perempuan lebih utama dari menikah jika datang orang yang datang kepadanya yang dia ridhai agama dan akhlaknya, maka yang benar adalah yang dinyatakan di hadits Rasulullah saw yang telah dikeluarkan oleh at-Tirmidzi dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
«إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ، إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الأَرْضِ، وَفَسَادٌ عَرِيضٌ»
“Jika datang mengkhitbah kepada kalian orang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya maka nikahkan dia, jika tidak kalian lakukan maka akan ada fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.”
Ibn Majah telah mengeluarkan dengan lafazh:
«إِذَا أَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ خُلُقَهُ وَدِينَهُ فَزَوِّجُوهُ، إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ»
“Jika datang kepada kalian orang yang kalian ridhai akhlaknya dan agamanya maka nikahkan dia, jika tidak kalian lakukan maka akan ada fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.”
Jelas bahwa qarinah larangan itu adalah jazim untuk para wali wanita menolak orang yang mengkhitbah jika tidak ada sesuatu yang dicela dalam hal agama dan akhlaknya, yakni bukan hanya shalat dan puasa laki-laki itu… akan tetapi muamalahnya dengan orang, baiknya perilaku dia dan keterikatannya dalam semua itu dengan hukum-hukum syara’. Jika keluarga itu bertanya tentang agama laki-laki itu dan muamalahnya dengan orang lain terikat dengan hukum-hukum syara’ dan terbukti bagi mereka bahwa agama dan akhlaknya mereka ridhai dengan izin Allah, maka haram bagi wali untuk menolak dan melarang pernikahan puteri mereka dari orang yang mengkhitbah itu dengan alasan agar puterinya itu menyelesaikan studi perguruan tinggi. Akan tetapi hendaknya mereka menyetujui dan tidak menghalangi puteri mereka menikah. Ini lebih menjaga agama dan lebih lurus dengan izin Allah.
Pada penutup, saya berpesan kepada setiap orang yang mampu menikah agar menikahi seorang wanita shalihah. Wanita shalihah itu merupakan perhiasan dunia seperti yang ada di ‘Umdah al-Qari’ Syarh Shahih al-Bukhari dari Ali ra., bahwa:
“الْحَسَنَة فِي الدُّنْيَا الْمَرْأَة الصَّالِحَة، وَفِي الْآخِرَة الْجنَّة” الواردة في الآية الكريمة: ﴿رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ﴾
“Kebaikan di dunia adalah wanita shalihah, dan di akhirat adalah surga yang ada di dalam ayat yang mulia: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka“. (TQS al-Baqarah [2]: 201)
Saudaramu
27 Rabiuts Tsani 1435 H
27 Februari 2014 M
Sumbernya, klik disini.